The Not-So-Scientific Stuffs about Adulting

"Jadi dewasa itu asik tapi juga rumit."

Meskipun dalam perjalanan bertumbuh seringkali saya mendengar beberapa bocoran senada dengan kalimat di atas, ketika tiba saatnya berjalan dengan sebuah sepatu yang konon bernama 'kedewasaan'... saya masih saja banyak kagetnya.


Enggak ada yang pernah betul-betul menanamkan ide dalam pikiran saya bahwa menghabiskan waktu berjam-jam di section rak, panci, piring, lemari (meskipun pulang tanpa membeli sebiji sendokpun) bisa membuat teko kebahagiaan saya terisi. Apakah ini pertanda saya betul-betul tumbuh dewasa?


Enggak ada yang pernah bilang bahwa tanda kedewasaan sesungguhnya bukanlah ketika Kartu Tanda Penduduk kita dicetak. Tapi tamparan dari lahirnya kartu NPWP beratasnamakan diri kita beserta kewajiban-kewajiban baru yang sepaket dengan si kartu... dan nomornya.


Enggak ada yang pernah bilang ke saya kalau menjadi dewasa artinya kita sudah punya adult money dan sangat bisa kalap dalam mengelolanya. Kalau saat kecil kita banyak menahan sisi diri konsumtif karena a) kita tidak punya uang, dan b) kita tidak punya kuasa atas uang, maka ketika dewasa, menahan sisi diri konsumtif kita menjadi wajib dilakukan justru karena a) kita punya uang, dan b) kita punya kuasa besar atas uang (terutama uang kita sendiri).


Enggak ada yang pernah mengingatkan kalau pasrah dan ikut aja memang seenak itu. Diajak kulineran ke berbagai resto, ayok. Diajak main ke berbagai tempat, ayok. Ringan aja. Enggak ada acara memikirkan timeline apalagi isi dompet yang bocor... ini kasusnya saat masih kecil ya. 


Menjadi dewasa? Mari kita hitamkan saja seluruh kalimat putih di paragraf sebelumya, lalu tertawakan sambil menangis... ini kalau kasusnya dompet tebal dan nggak masalah bocor.


Kesimpulannya, jadi dewasa nggak cuma asik dan rumit... tapi juga banyak melahirkan sudut pandang ajaib. Seenggaknya bagi saya ya.




Yazida.

21:38 WIB

#Day10 #30DWCJilid46

Komentar