The Fading Life in This Pot

Saya nggak tau sejak kapan dua buah lantai di bangunan ini terasa mendung.


Baru beberapa bulan yang lalu, saya berkomitmen untuk datang hampir setiap hari ke tempat ini karena berhasil memantik sumber cahaya kreatif di otak saya untuk kembali bersinar. Saya betul-betul ada di titik optimum. Banyak hal yang bisa saya eksploroasi baik ke dalam maupun kesamping. Saya senang dengan kesempatan ini.


Namun sayangnya, perlahan-lahan cahaya itu redup seiring dengan redamnya suara-suara familiar. Cahaya itu redup seiring dengan menyempitnya area yang bisa saya jelajahi. Redup seiring hilangnya atensi dan alokasi yang biasa diluangkan. Seluruhnya merupakan hal-hal yang biasanya mewarnai hari-hari dan hati saya.


Saya nggak tau apakah wajar untuk pergi dan bertahan karena adanya warna-warna lain itu. Meskipun sedari dulu saya banyak mendengar bahwa segala sesuatu baiknya dimulai dari dalam diri, namun terkadang memang ada titik di mana diri ini hilang arah dan pegangan. Sehingga dalam beberapa kasus, warna lain yang bersumber dari sekitar kitalah yang menjadi sumber penguat. Terkadang juga sebagai alasan.


Hari ini, saya duduk di tengah ruangan.


Merasakan betapa menjadi sepinya ruangan ini tanpa suara-suara familiar itu. Merasakan betapa gersangnya tumbuh tanpa asupan dan sentuhan esensial yang sejak lama telah absen. Seperti tanaman di dalam pot yang tanahnya kering dan tak pernah dipupuk apalagi diganti.


Hidup. Layu. Beresiko mati.


Mungkin yang saya butuhkan adalah berpindah ke pot lain dengan tanah subur dan pemilik yang merawat tanaman dengan sepenuh hati. Atau mungkin saya perlu dipindahkan ke tanah luas dan liar. Entahlah.


Saya hanya ingin hidup lagi.




Yazida.

15:41 WIB

#Day13 #30DWCJilid46 

Komentar