Begin Again: Sebuah Horcrux untuk Masa Depan

Saya nggak ingat betapa ampuhnya menulis sebagai sebuah media untuk penyaluran emosi. Nggak ingat, sampai akhirnya hari ini saya mengisi lembar asesmen awal untuk konseling dan berujung kebocoran hebat di kedua mata.


Padahal kan cuma nulis... Saya sedikit membatin.


Namun rupanya sisi lain dari diri saya pulalah yang memberikan jawaban bahwa: ya beginilah menulis.



Saya pernah berada di titik di mana menulis merupakan hal yang sangat mudah untuk dimulai dan diselesaikan. Namun entah sejauh apa jaraknya lembaran buku di masa-masa tersebut. Sayangnya, hari ini saya berada di titik yang sama sekali tidak sama.


But it's kinda okay, I think. 


Saya sungguh belajar dan berusaha untuk menikmati setiap detik dan rasanya.


Keleluasaan mengutarakan segalanya.

Ketakutan akan hal yang tak dapat kita kontrol.

Kekuatan untuk bangkit.

Ketidakberdayaan melawan diri sendiri.

Keterhubungan dengan sisi lain diri.

Kekhawatiran akan hal-hal yang belun tentu terjadi.

Kejujuran dengan batin.


Mungkin genggaman pena saya hari ini tak sekuat biasanya, namun saya dapat melihat rasa berdaya yang kembali mulai tumbuh. Saya mengapresiasi dan berterima kasih karenanya. 


Entah sebagai suatu media untuk penyaluran emosi, horcrux (mungkin penggemar Harry Potter familiar --semacam kotak penyimpanan memori suatu masa), maupun sebagai sebuah karya... Saya harap, saya dalam sebuah versi di masa depan dapat dengan lantang membuka lembaran-lembaran buku (atau blog) yang sudah kami tulis sambil berkata, 

"I'm glad we start. I'm glad we write."



Yazida.

22:22 WIB

#Day2 #30DWCJilid46

Komentar