Standar dan Batasan

Ada perbedaan cukup signifikan ketika kita melakukan sesuatu atas kehendak kita versus atas tekanan keadaan, maupun pihak lain. Terutama pada hal yang kita sukai.


Sebut saja menulis.


Ada ketakutan dalam benak saya bahwa hal yang biasanya saya lakukan sebagai media pelepas penat justru menjadi sumber perasaan tertekan. Saya yang sedang dalam proses kembali mengenal diri sendiri dan membangun kebiasaan menulis tentu memiliki banyak ketakutan. Hilangnya jiwa dalam tulisan, hilangnya ekspresi diri karena adanya batasan tertentu, tuntutan untuk masuk dalam kriteria sempurna. 


Jujur saja, ini membuat saya gelisah.


Suami saya beberapa kali mengingatkan bahwa doing enough is enough, we don't have to always be exceptional all. the. time. Namun saya, si pembuat karya yang juga perfeksionis, nampaknya masih sangat perlu belajar lebih fleksibel untuk mengendurkan standar karya dalam beberapa kasus. Salah satunya untuk kasus ini, di mana saya diminta menulis untuk orang lain.


Jika menurut pihak lain tersebut karya kita sudah cukup, then it is enough. Mengendurkan standar bukan semerta-merta berarti apa yang kita kerjakan menjadi buruk. 


Yang menjadi tantangan selanjutnya adalah bagaimana cara menjalankannya tanpa merasa dituntut dan terbebani. Saya tentu perlu menerapkan batasan yang jelas, terutama dari segi waktu dan durasi pengerjaan. Selanjutnya saya harus berkomitmen untuk tidak membawa pekerjaan tersebut ke ranah dan zona aman pribadi. 


Setidaknya itu yang saya pikirkan. 



Semoga saya diberi kekuatan ekstra untuk menjalankannya. Doakan saya ya?




Yazida.

23:30 WIB

#Day25 #30DWCJilid46

Komentar