Stasiun dan Saya

Tidak biasanya pintu masuk Stasiun Purwokerto padat. Beberapa taksi kuning berhenti, menghentikan Honda Brio putih, sebuah mobil keluarga berwarna gelap, juga Inova putih saya yang akhirnya memutuskan mundur. Tidak jadi masuk.

Saya berpamitan. Cipika-cipiki singkat lalu turun menyelip di antara celah kendaraan.

Jam masih menunjukkan pukul 21.45 WIB saat saya tiba. Mas-mas penjaga loket kemudian berkata, "Senja Utama Yogyakarta masih jam 22.30 Mba, dibukanya. Kalau sekarang masih harga normal, belum harga go show."

Saya duduk menunggu sambil mulai menulis tulisan ini.



Heran juga. Walaupun tahu setelah pukul 22.30 pun saya masih harus menunggu satu setengah jam lagi, saya tetap saja menyegerakan kehadiran saya di stasiun.

Juga fakta bahwa beberapa tulisan saya tak lepas dari kata stasiun dan bahkan ditulis di stasiun, seakan menegaskan adanya daya tarik tersendiri. Stasiun dan saya.

Pukul 22.39 WIB, saya sudah check in. Masuk ke dalam setelah Bapak pemeriksa tiket bertanya ragu, "Ini keretanya masih lama, Mba. Yakin mau masuk sekarang?"

Saya mengangguk mantap.

Berjalan memandangi deretan kursi tunggu yang kosong sambil memasuki mini market (satu-satunya toko yang buka dua puluh empat jam non stop), menyeduh Pop Mie bungkus merah, dan mengambil sebotol Aqua dengan tulisan "GEJE" besar di sebaliknya. Akhirnya saya duduk di spot favorit saya dengan tak lupa mengisi daya ponsel, saklarnya ada di bawah kursi.

Stasiun dan saya. Seperti jembatan penghubung saja rasanya.

Sudah hampir setahun ini kami saling akrab. Lalu-lalang, mondar-mandir, kesana-kemari... selalu ada waktu bagi saya untuk duduk asik menikmati suasana dengan diri saya sendiri.

Termasuk salah satunya hari ini. Ketika realita kehidupan di perantauan kembali memanggil. Membangunkan saya dari nyaman kampung halaman tempat mayoritas orang-orang tersayang berada.


Stasiun dan saya. Kita memang sudah berteman baik, ya?



Thursday, July 20th, 2017
23.21 WIB

#30DWCJilid7 #Day15

Komentar