Minggu "Tenang"

"Zida, ayo shalat dulu!"

Kalau teriakan ayah saya kemarin tidak terdengar membahana sampai kamar saya yang terletak di lantai dua ini, sudah pasti saya yang sedang menggelepar sebentar sebelum mengambil air wudhu sudah bablas merem sampai ke alam mimpi. 

Saya bangkit duduk sambil berteriak, "IYA YAH, INI OTW TURUN. BENERAN."

Setelahnya kami pun shalat subuh bersama. 

Memang, hari pertama puasa sengaja kami jalani bersama. Ayah pulang sehari sebelum puasa, kalau saya udah standby di kota ini sejak hari Minggu, seminggu yang lalu. Menikmati apa yang disebut kampus saya sebagai "Minggu Tenang", andai saya lupa fakta bahwa Senin besok ini, Ujian Akhir Semester akan dimulai

Entah saya lupa atau melupakan. Tapi sungguh saya begitu terlena, memang. 

Saya kelewat santai pada hari-hari pertama menikmati "Minggu Tenang" saya. Paling parahnya? Saya juga nggak ngerti, tapi saya susah sekali bilang sebuah kata dalam Bahasa Inggris yang terdiri dari dua huruf, bermakna penolakan: NO.

Teman saya minta bantuan, saya oke. Melenceng jadi acara main kesana-kemari berujung makan dan nonton? Saya jalanin. Kalau dipikir-pikir, saya nggak nyaman terseret dalam segala bentuk kehedonan ini. Ini nggak benar!

Akhirnya ketika besoknya saya diajak main lagi, saya baru bisa dengan tegas bilang, "NO. Aku mau belajar. Aku nggak mau keluar duit lagi. Aku capek."

Mungkin yang kurang enak dari acara berjudul "main" ini karena nggak ada arah dan batas yang jelas.

Buktinya waktu Teman Kencleng saya ngajak sarapan bubur keesokan harinya, saya nggak keberatan... karena acaranya jelas. Habis sarapan, kami langsung pulang dan bisa melanjutkan agenda masing-masing. Termasuk tidur.

"Main" bisa nggak kenal waktu. Pagi, siang, sore, sampai malam pun bisa non stop...

... dan acara yang seharusnya punya faedah senang-senang rekreasi lalala lilili ini, jatuhnya malah nggak berfaedah buat saya. 

Nggak jelas.

Itu saya rasakan betul sekarang, setelah saya pikir-pikir lagi, dan berbagai hal berlalu dengan perasaan yang sama. Tanpa bisa saya tolak di masa tersebut.



Kalau ditanya paling susah menolak siapa, antara teman dan keluarga? 

Jawabannya... keluarga. Jelas. 

Seperti kemarin saat saya diharuskan menunda keberangkatan saya kembali ke perantauan supaya bisa lalala lilili bersama ayah saya yang sedang pulang dari bekerja di Ibu Kota.

Niatnya mau belajar, tapi nggak mungkin. Saya langsung diculik seharian menjalani apa yang saya sebut di atas dengan "main", bahkan kami menonton film yang sama dengan yang sudah saya tonton bersama teman-teman saya.

Kalau itu usulan saya sih, biar nggak tanggung. Hahahah, Yazida memang sesat sekali, ampuni Yazida, Ya Allah :")

Tapi nggak apa-apa. 

Imam saya kan masih ayah saya, berarti insyaAllah berpahala, aamiin... 

Jadilah di sini saya sekarang. Memandangi layar laptop menyala dengan sekian banyak slide yang menunggu dikebut malam ini juga, plus sebuah buku setebal lebih dari 620 halaman, yang masih mulus



Untuk para pembaca saya di luar sana, beranilah untuk berteriak "NO" dengan lantang untuk sesuatu yang menyenggol prioritasmu. Sekian curhatan saya malam ini, doakan saya ya, besok saya UAS :")




Tertanda,
Pelaku SKS, Sistem Kebut Semalam,



- Yazida -

#30DWCJilid6 #Day12
#KeepWriting #Day28

Komentar