How I Became "Bujigers"




Selamat, Anda baru saja melihat komplotan saya semasa SMA! Komplotan aneh beranggotakan sembilan perempuan dan satu orang laki-laki yang, jika Anda main ke SMA saya dan bertanya kepada guru-guru, pasti dikenali dengan mudah.







Dipertemukan pertama kali pada saat kelas sebelas (2 SMA), saat itu saya masuk ke kelas dengan planga-plongo tidak mengerti apa-apa akibat izin sekolah satu bulan untuk mengikuti Pelatihan Paskibraka Kabupaten 2014. Hitam legam saat masuk kelas (perfectly tanned dan kebablasan tanned ternyata jauh sekali warnanya hiks), salah satu Guru Legend di SMA saya langsung berkata bahwa minggu depan Laporan Praktikum harus sudah dikumpulkan.

Wait... what? Laporan Praktikum? Praktikum apa juga saya nggak tau dan nggak ikutan -_-

Akhirnya datanglah seorang anak laki-laki tinggi, legam, sesama anggota Paskibra di sekolah, teman sekelas saya dari kelas sepuluh (1 SMA), dan berkata, "Wis, Yaz, nang baen. Ngko tek invite grup. Rung mlebu grup, mbok?"

Sebagai manusia yang hanya numpang lahir di Kota Mendoan ini a.k.a. Purwokerto, saya memang nggak bisa ngapak. Tapi saya ngerti kok biasanya konteks pembicaraannya hahahah, kira-kira gini nih: "Udah, Yaz, tenang aja. Nanti aku invite grup. Belum masuk grup, kan?"

"Grup apa, Sat?" Seperti biasa, saya selalu jawab pakai Bahasa Indonesia. Biasanya kalo coba ngapak, tenggorokan saya gatel geli gimanaaa gitu... atau mentok-mentok diketawain yang denger. Kan jadi males hahahah

"Grup Whatsapp nggo share tugas karo PR," Satria, nama si Legam Tinggi, melanjutkan dengan penuh bersemangat, "Ana Rizka, cah olim. Wis, pokoke nang baen..."

Dalam Bahasa Indonesia: "Grup Whatsapp buat share tugas sama PR. Ada Rizka, anak olimpiade. Udah, pokoknya tenang aja..."

Beberapa saat kemudian, bergabunglah saya dengan manusia-manusia ini.



Jujur saja, kehadiran mereka memang benar-benar membantu saya dari segi PR dan tugas. Pelajaran kelas sebelas begitu banyak dan mengerikan. Belum lagi sistem jadwal pelajaran yang membuat stres. Bisa gitu lho, total jam sebuah mata pelajaran dalam seminggu, waktu mengajarnya digabung menjadi sehari. 

Contoh: Selasa, dimana saya bertemu empat jam pelajaran Matematika Wajib (ya, sebagai anak sulung Kurikulum 2013, pelajaran Matematika saya total tujuh jam. Terbagi atas empat jam Matematika Wajib dan tiga jam Matematika Peminatan) dan empat jam pelajaran Kimia.

Terdengar tidak begitu menyeramkan ya, kalau hanya saya katakan begitu.

Tapi kalau saya katakan bahwa catatan Matematika kita bisa dicek setiap saat (dan harus berupa rangkuman a.k.a nyalin buku cetak, plus berwarna-warni spidol, plus digambar ini-itu, plus dikasih quotes penyemangat) dan dinilai berdasarkan berapa jumlah halaman yang sudah diisi dengan kriteria yang saya tulis dalam kurung di atas, gimana rasanya?

Kalau saya katakan bahwa pelajaran Kimia saya diampu oleh Guru Legend yang sangat on time (kalau ada siswanya masuk kelas seteleh beliau masuk akan langsung dijewer untuk perempuan dan di-cute (cubit t**e) untuk laki-laki), mata pelajarannya terletak setelah istirahat pertama (dua jam) dan disambung setelah istirahat kedua (dua jam) yang artinya: saya-nggak-berani-keluar-kelas-sama-sekali-saat-jam-istirahat-pertama-maupun-kedua... gimana rasanya?

So, ya, kami saling bantu... dan itu sudah paten.






Anyway, begitu saya masuk grup Whatsapp, nama grupnya sudah BUJIG.

Saya nggak bisa kasih definisi konkrit soal makna kata bujig. Makna paling dekat yang saya tangkap dan saya yakini kebenarannya selama ini hanya: bujig = buluk, nggak elite.

Karena nama grup dulu Bujig, berarti orang di dalamnya Bujigers, kan?

Kenapa buluk bin nggak elite? Karena sepuluh orang di atas (Satria, Salma, Asti a.k.a Ibe, Rahma, Rizka, Ziah, Mayang, Marliana a.k.a Marko a.k.a Jineng, Miranti, dan Yazida) bangga-bangga aja hidup dengan aturan kami sendiri semasa SMA.

Tidur? Jamaah.

Pelajaran? Sibuk kutekan, ngewarnain kuku syalala-sylilili.

Laporan praktikum deadline besok sore? Besok pagi baru mulai ngerjain (baca: nyalin).

Cari kegiatan sibuk supaya bisa dispensasi (baca: jajan di kantin)? Biasa.

Ulangan? Hahahahah, ini udah serem... tapi kami super cerdik di beberapa kesempatan.

Nggak elite banget kan? Memang.






Tapi kami apa adanya (bujig ya ngaku bujig, nggak sok-sokan nggak bujig padahal bujig #loh) dan yang paling penting di antara semuanya:

We ere Limited Edition.




#30DWCJilid5 #Day23



PS:
More about Bujig? Comment Yay or Nay yaaa hihihi

Komentar