Listening and Observing from the Third Person Perspective

Most people watch movies for entertainment purposes. Some because of the interesting story and plot. Others watch them cause they need to learn a thing or two. 

Beberapa hari yang lalu ketika aku menonton dokumenter Money Heist: The Phenomenon, hampir sepanjang tayangan aku mengangguk-ngangguk setuju dengan pernyataan para pemain maupun orang-orang di belakang layar. Salah satu pernyataan yang aku setujui yaitu bahwa beberapa dari kita tertarik menonton suatu film karena merasa adanya bagian dari diri kita yang direpresentasikan oleh salah satu tokoh. Bisa jadi juga karena konflik yang diceritakan dalam film tersebut memiliki kemiripan dengan masalah kita di dunia nyata. Tentu setelahnya kita menjadi penasaran bagaimana orang lain menyelesaikan konflik tersebut. 

Seringkali aku mendengar ungkapan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Baik itu pengalaman pribadi kita, maupun pengalaman orang lain. Tentu cara terbaik untuk belajar dari pengalaman orang lain adalah dengan mengamati dan mendengarkan cerita yang keluar dari mulutnya. Menurut saya, film adalah salah satu media terbaik untuk melakukan dua cara transfer di atas: mengamati dan mendengarkan. Kita akan diberikan pengalaman untuk merasakan secara visual dan audio dari sudut pandang orang ketiga. 

Betul, tidak semua yang kita tonton dari film dapat kita serap seluruhnya. Sekalipun film tersebut memang terinspirasi dari kisah nyata, biasanya kisah mentah tersebut akan digodok dan dibumbui sebelum akhirnya siap dihidangkan di layar kaca. 

Namun kita tetap bisa menjadikannya bahan komparasi, oke? Bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan atau menghadapi suatu konflik. Bukan patokan, bukan acuan utama. 

Terimakasih sudah membaca hasil refleksi dan pemikiran randomku malam ini.

Semoga harimu menyenangkan, cheers



Yazida. 
23 Oktober 2020.
22.54 WIB. 

#Day8
#30DWCJilid26

Komentar