Seperempat Batang Cokelat

Desember 2016.



Mendaki berubah menjadi pekerjaan yang menyakitkan. Terutama ketika tali yang kaugenggam itu ternyata penuh duri. Meski begitu, dengan nekad tetap kaucoba untuk menarik mereka yang kausayangi di bawah pendakian sana, agar dapat di atas sini bersamamu.

Hingga kemudian kau pun menyadari: jari-jarimu kini berdarah dikecup singkat duri-duri.

Trying to protect them from the harmful thing... but it turns out hurting yourself.



***




Ini adalah kisah sebatang cokelat utuh yang terbagi menjadi empat.





Saat jari-jari Seperempat Batang Cokelat Pertama terluka karena menarik tali penuh duri itu, Seperempat Batang Cokelat Kedua terlalu polos untuk menyadari pucat bibir dan lemah senyuman Seperempat Batang Cokelat Pertama, menahan perih.


Raut wajah Seperempat Batang Cokelat Kedua bahkan tampak ringan, juga tidak satupun pertanyaan terlontar dari bibirnya. Mungkin merah cairan hangat yang merembes keluar dari jari-jari Seperempat Batang Cokelat Pertama ikut luput dari inderanya... meski kedua tangan mereka terpaut, tengah bergandengan tangan erat, seperti sekarang.



Seperempat Batang Cokelat Ketiga datang beberapa hari setelahnya. Mengetuk pintu rumah Seperempat Batang Cokelat Pertama dengan cemas, khawatir. Menyesali hadirnya yang mungkin terlambat seraya berkata tulus, "Aku tahu kau terluka."

Perih dan semakin menganga, luka dan tetes darah yang mulai mengering itu tak mungkin dapat disembunyikan.


Seperempat Batang Cokelat Ketiga menjadi potongan cokelat pertama, dan mungkin satu-satunya, yang datang. Membersihkan luka di jari-jari Seperempat Batang Cokelat Pertama dan membalutnya hati-hati dengan segulung kassa dan plester.



Sementara itu, Seperempat Batang Cokelat Keempat tidak pernah sekalipun muncul, bahkan berkabar.




Seperti layaknya sebatang cokelat utuh yang direbus dan dicetak bersama. Hadir tanpa tapi dan tutup-menutupi. Saling memeluk dan merangkul, menoreh cerita tanpa kaku. Sebatang cokelat utuh yang dipotong menjadi empat, tetap saja pernah utuh.

Keempatnya kini menoreh ceritanya sendiri. Meski keempatnya yakin sejatinya mereka tetap sama, nyatanya rumah teduh bernama kebersamaan ini memang tidak lagi sama.

Lingkaran terdekat yang diharapkan menjadi penyumbang nyaman dan aman tercepat, jusru terkadang bias akan memberi bantuan dan dukungan yang dibutuhkan mereka yang juga berada dalam lingkaran itu.

Lingkaran terdekat yang mendatangkan bias terbesar itu...

... membuat apa yang kita rasa kita ketahui, terkadang menjadi bukan apa yang benar-benar kita tahu.



Maka datanglah segera, peluk dan jaga utuhnya.
Selagi masih lembut jemari mulusnya membelai,
Selagi masih tersenyum ia mendengar celoteh kita.
Selagi terdiam, ia mungkin terluka.
Selagi menggeleng, ia membutuhkan hadir.

Selagi ia masih ada.
Maka datanglah segera...

... peluk dan jaga utuhnya.





#30DWCJilid5 #Day9

Komentar