Dela dan Bacaan Iqra

"Nanti kalau observasi, jujur aja."

Mba Atika berjalan di sisi kananku, melanjutkan, "Kalau emang harus diulang, ya tulis 'diulang'. Kalau sudah bisa lanjut, tulis 'lanjut'."

Aku menggumamkan ooh ringan sambil terus melangkahkan kaki menuju kantung parkir kendaraan yang terletak beberapa ratus meter dari fakultas kami. Jalanan lembab, menunjukkan sisa-sisa hujan yang mungkin sempat turun ketika aku tadi tertidur di sekretariat.

"Kamu belum pernah observasi?"

Aku menoleh ke sumber suara dan malah nyengir dari balik masker motor yang sudah kukenakan, menggelengkan kepala pelan.

Perempuan ramah berkerudung biru donker itu balas tersenyum, "Berarti hari ini kamu harus coba."




***



"Terserah Kakak saja."

Gadis kecil yang belum genap enam tahun usianya itu menatapku antusias. Jari mungilnya melakukan gerakan memutar di sekitar atas wajah, memasukkan kembali beberapa helai rambut yang menyembul keluar dari balik kerudung pink nya. "Dari kemarin-dulu sih baca halaman ini terus..."

Aku menimbang-nimbang sejenak sebelum berkata, "Menurut Kakak, Dela lancarkan dulu baca halaman yang ini," aku menunjuk sebuah halaman pada buku Iqra 1, kemudian melanjutkan, "baru kalau sudah lancar bedain yang pakai titik dan yang tidak pakai titik, kita lanjut lagi."

Dela tersenyum. Tidak ada raut kecewa di wajahnya.

"Sebenernya aku pengen latihan baca di rumah, Kak." Dela berujar dengan tiba-tiba. Matanya menelusuri lembar yang dibacanya bersamaku tadi, jari telunjuknya menggambar pola-pola aneh di atasnya.

"Pinter, Dela!"  aku tersenyum mengacungkan ibu jari. "Nah, kalau begitu, halaman ini nanti Dela baca di rumah, ya? Dela bisa minta tolong Bapak, Ibu, atau Kakak di rumah untuk mengoreksi bacaan Dela."

Diam sesaat.

"Kalau Bapak, nggak ada."

Hatiku mencelos. Mendengar bibir mungilnya berucap demikian... selama sepersekian detik, aku bungkam. Buru-buru kututupi keterkejutanku dengan kalimat, "Berarti minta tolong Ibu. Oke? Deal?"

Senyuman kembali merekah lebar, lebih lebar dari sebelumnya. Hangat dan tulus. Anak perempuan itu tersenyum hingga gigi-gigi kecil dan gupisnya mengintip. "Oke, Kak!"

Setelah mengucapkan shadaqallahul 'adzim bersama, kubantu Dela merapikan Iqra dan buku catatan mengajinya. Anak perempuan itu masih sibuk menata beberapa bilah pensil tanpa merk miliknya, penghapus hitam seperempat ukuran kuku ibu jari tanganku, dan beberapa alat tulis lain ketika sebuah suara terdengar melalui jendela, beberapa puluh senti di atas kepala kami, "Sudah selesai mengajinya?"

Dela mendongak menatap wanita berkerudung cokelat yang balik menatapnya bangga. Wanita yang sorot matanya meneduhkan hati dan kehadirannya menentramkan jiwa.

"Sudah, Bu. Dela sudah selesai mengaji."







Untuk Dela,
Terima kasih sudah memberikan Kakak pengalaman pertama mencoba hal baru dengan begitu berkesan. Kakak belajar banyak dari Dela.



-Kakak-
#30DWCJilid5 #Day8

Komentar