Lembar Memoriku
Akan tiba saat, di mana memori yang sudah kulukiskan perlahan di sepanjang perjalanan panjang ini akan memudar. Ukiran indah yang berkelok cantik di dalam fikiranku, akan hangus terbakar waktu. Juga air yang mengisi gelas itu akan menguap, bahkan tumpah menyisakan ruang kosong.
Kelak suatu hari, bibirku mungkin kebas berkata. Terlalu ringkih berucap, hingga sunyi saja yang terdengar. Suara lirih yang berbisik kecil di antara desir angin, entah milik siapa. Yang kudengar tiada.
Jika pada hari itu tiba tanganku tak kuasa lagi menggenggam, apa dayaku untuk kembali bercerita padamu dengan bahasa lain yang mengutarakan isyarat? Menceritakan begitu banyaknya warna kehidupan yang sudah kulukis dengan tangan ini. Mengajarkanmu untuk melukiskan sendiri warnamu.
Jika pada hari itu tiba dan tanganku tak kuasa lagi menggenggam, sekedar menyampaikan apa yang kurasa pun, aku tak kuasa.
Hanya sorot mata dengan kelopak penuh kerutan yang akan kaulihat. Penuh dengan berbagai hal yang tidak menemukan jalannya untuk tersampaikan dengan makna utuh.
Yang terkadang berair tertahan. Kadang pula tumpah, tak kuasa lagi.
Entah apa makna sebenarnya dari sebuah tangisan dalam senyap ini. Tangisan tanpa kata, tangisan tanpa kejelasan.
Maka selagi bisa lukisan penuh warna ini bertahan dalam ukir memori yang tak selamanya tajam berkelok, bibirku lembut menyunggingkan senyum dan dapat dengan fasih melantunkan dongeng kebahagiaan, penaku masih bisa menari lentur di atas kertas untuk menceritakan detailnya, juga bahasa lirih yang diutarakan oleh pandangan....
... maka ijinkanlah aku untuk membaginya denganmu.
Kali ini dalam bentuk gores pena yang mungkin akan akrab dengan matamu. Sebagai pengingat, sebagai wadah penyimpan nostalgia, sebagai santapan lezat yang hangat keluar dari oven penulis setiap harinya.
Maka, Api, tolong jangan kaubumihanguskan lembar memoriku yang tak lagi kosong ini.
#30DWCJilid7 #Day28
Komentar
Posting Komentar