Bukan Sekedar Naluri

Begitu mendengar kalau partner saya bakal ikutan kongkow makan sama teman yang sedang menemani saya belanja (loh, ini kalimat macam apa wkwkw), nggak tau kenapa saya langsung agak bete.

Bete karena bukannya memilih untuk beristirahat, dia malah menggunakan waktunya untuk pergi. Walaupun perginya untuk makan.

Bete karena makannya bukan tipe makanan benar versi Yazida (baca: nasi), tapi seblak. Walaupun mereka berdua sama-sama karbohidrat.

Bete karena saya sengaja jadi pihak yang pergi belanja, biar dia langsung pulang, langsung tidur. Eh tapi masih tetap ada celah buat partner saya keluyuran di saat esok hari kegiatan padat dan energi lebih mutlak diperlukan.



Kalau dipikir-pikir, sudah sekian kali ini saya mengamati siklus semacam ini.

Saya ketar-ketir memikirkan orang lain yang entah merasa diketar-ketirkan atau tidak (ngomong apa sih, Yaz -_-). Saya sibuk khawatir memikirkan ini-itu orang lain, tapi pasti berujung geregetan karena orang tersebut bertindak tanpa mengkhawatirkan dirinya sendiri. Saya antisipasi ini-itu dengan beragam plan dan barang, ya antisipasi aja sih.

Intinya: saya nggak ngerti kenapa naluri saya selalu bergerak ke arah hal-hal semacam itu...

... hingga pagi tadi.

"Yaz, kamu tuh 2016 atau 2015?" Widhia bertanya saat kami masih menjadi pendatang tergasik.

"2016."

"HAH?! SERIUS?!" Wajahnya skeptis mengamati saya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia melanjutkan, "Aku kira 2015!"

Saya terkekeh pelan sambil bertanya alasan Widhia sampai pada kesimpulan macam itu. Dia menjawab polos dan singkat, bahwa, "Soalnya jarang ada anak 2016 yang mikirnya kayak kamu. Kamu beda."

Terharu saya.



Kembali ke partner di atas tadi, well, saya tidak sendirian.

Siang tadi selepas para partner kembali ke titik kumpul setelah menunaikan ibadah shalat jumat, Zahro berteriak kencang membuat pusat perhatian baru, "Hiyaaa! Aku berasa momong anak, tau!"

Lagi-lagi saya tertawa dan ikutan nyeplos, "Sama, partnerku juga rasa maba!"

Dengan semangat, Zahro mengacungkan telapak tangannya ke arah saya mengajak high five sambil berseru, "Hidup ibu-ibu momong anak!"



Yup! Jadi tadi itu tadi adalah jawaban dan penjelasan dari segala tindakan saya. Bahwa memang naluri keibuan kami sebagai kaum hawa, sudah mulai ada dan terbentuk. Saya pun tidak bisa mengelak.

Sekian.



Friday, August 4th, 2017
21.31 WIB

#30DWCJilid7 #Day30



Satu lagi:
Ryan partnerku, iya, tulisan ini buat kamu. Spesial penutup challenge-ku di Jilid 7 ini. Jilid ketigaku menulis 30 hari non stop.

Hopefully kamu jadi tau beragam alasan dari sudut pandangku. Kenapa aku galak banget urusan kongkow-kongkow, itu terutama.

Sampai bertemu besok pagi!

Komentar