Konflik

Hari kedua saya merasa takut, tidak tenang, dan resah.

Tadi malam saya berusaha tidur lebih cepat sebelum membaca dan menonton lebih banyak lagi berita yang berseliweran mengenai konflik-konflik yang terjadi di negara ini, pada kepercayaan yang saya anut ini.

Percuma kalau kamu meminta saya menutup telinga rapat-rapat, karena Allah kasih saya dua untuk mendengar dengan lebih baik. Percuma kalau kamu meminta saya memejamkan mata, karena Allah kasih saya dua untuk melihat dan membaca dengan lebih baik.

Dan Allah kasih saya otak untuk memfilter dan memproses semua informasi yang saya terima.

Tidak lupa, Allah kasih saya hati untuk merasakan hal-hal yang saya tangkap, termasuk informasi.

Saya selama ini diam, saya sudah diam, jadi aneh kalau kamu meminta saya untuk diam. Tapi, diam bukan berarti apatis. Saya peduli dan ini adalah cara saya untuk meminimalisir konflik dengan siapapun termasuk dengan diri saya sendiri.

Tapi rupanya, bercerita dengan kamu membuat saya merasakan bahwa konflik dengan diri saya sendiri memang sudah dan sedang berlangsung. Rasanya persis seperti paragraf pertama dalam postingan ini, namun lebih rumit.



Saya bersyukur dilahirkan pada generasi ini, meskipun saya tahu, nanti generasi anak-cucu saya pasti sudah lebih enak. Namun di generasi ini saya belajar bahwa pemuda punya kekuatan dan pengaruh bagi generasi sebelum kami. 

Saya juga bersyukur dapat menempuh jenjang pendidikan sampai sejauh ini, meskipun jelas belum apa-apa di bandingkan banyak orang di luar sana.

Yang jelas, dua kombinasi ini membuat saya menyadari beberapa hal lain selain adanya kekuatan dan pengaruh bagi generasi sebelum kami. Generasi ini dapat lebih bijaksana dalam menerima dan menanggapi informasi karena adanya 'fitur' filter dalam diri. Saya percaya, kemampuan itu dapat dilatih, dikembangkan, dan diajarkan kepada generasi-generasi sebelumnya.



Diam bukan berarti berada persis di tengah-tengah.

Saya mengakui bahwa kecondongan itu ada, dan lagi-lagi saya harus bersyukur karena saya tidak berada di ujung salah satu kutub. Hal ini membuat saya -yang meskipun tidak objektif secara keseluruhan- tetap dapat terbuka akan hal-hal lain dan masih mendapatkan akses informasi dari sumber terpercaya yang sudah terfilter. Sumber yang besifat netral dan objektif, meskipun tidak saya pungkiri tetap memiliki daerah abu-abu.

Tiga kombinasi ini... tiga kombinasi ini sepertinya saat ini cukup menjadi pegangan saya menghadapi konflik dalam diri saya sendiri. Bismillah...



Maaf untuk semua pembaca tulisan absurd ini. Mungkin, saya menulis ini karena butuh media penyaluran dan resolusi konflik dalam diri saya.

Dan tentu saja, dengan senang hati kamu boleh mengabaikan ketidakbermanfaatan yang kamu temukan dalam tulisan ini, tapi kalau memang ada yang bermanfaat dan sesuai, silakan dipetik. Itu pun kalau ada, hehehe...

Saya menulis ini, pure, murni, untuk diri saya sendiri. Supaya saya dapat melakukan percakapan dengan diri saya sendiri, tanya dan jawab... dan agar saya tetap ingat jawaban yang sudah saya temukan apabila lagi-lagi konflik yang sama muncul dalam diri saya (tinggal buka tulisan ini!).



Note to self:

Yazida, kamu kuat.
Kamu hebat sudah menyadari apa yang terjadi pada dirimu sekarang dan menemukan jawaban yang kamu pertanyakan sendiri.

Sekarang, tugasmu berdoa.
Sebisa mungkin mengajak orang lain ikut mendoakan yang terbaik untuk negara dan agama yang keduanya kamu cintai.

Semoga hal berat ini segera berlalu, yah!

- Yazida -
Rabu, 22 Mei 2019
10.11 WIB

Komentar