Ketika Jadi Target Modus
Halo dunia! Kembali lagi dengan saya... Yazida Rizqa Pedofil!
Sebelumnya, saya mau berterima kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk blogwalking (kosakata baru dari Indes -,-V), membaca hasil keisengan saya mengutak-atik kata-kata, mengaduk-aduk kata-kata menjadi suatu kesatuan yang utuh yang disebut... entahlah. Postingan? (untung bukan Pancasila u,u)
Terima kasih juga untuk dukungannya, saya jadi semangat nulis lagi loooh B'D
Menindaklanjuti janji dalam postingan saya tanggal 15 Maret 2013 lalu, dimana saya akhir-akhir ini dikejar-kejar Anin dan Indes untuk segera menyelesaikan postingan ini... Yeah, here it is.
Pertama-tama, saya akan mengajak Anda-Anda semua untuk mengasah otak, menggali memori dulu, apa sih yang terjadi pada tanggal 3 Februari 2013 yang lalu?
Bentar deh, 3 Februari 2013 itu hari apa ya? -,-
Oh iya, Minggu!
So, so, so... Seharusnya nih, seharusnya para pembaca terutama yang berasal dari sekolah saya tercintaaah SMPN 2 Purwokerto, apalagi yang duduk di kelas 9, mengingat dengan betul atau setidaknya t.a.h.u. tentang apa yang terjadi di tanggal itu. Well, well, itulah kata kunci utama yang akan menjembatani kita menelusuri lebih dalam lagi kisah ini (?)
#Jengjengjeng!!!
Hayoooo~ Masih ingatkah anda dengan event itu? :p
Soooo... There I was, standing with my long blue skirt and white shirt, just like everybody from my school did. Starring with no idea what to do there, new environment for me. Yeah.
Hape di tangan, nomor pendaftaran + undian juga di tangan, kacamata juga.
Masalahnya pas itu saya lagi nunggu Indes, teman saya, yang sudah janjian mau daftar ulang bareng dan bahkan batang hidungnya aja jam segitu dia nggak nampak! Jadilah saya keliatan bangetjomblo forever alone kayak anak ilang. Padahal kan saya udah nggak pantes dibilang anak-anak lagi! Kurang jahat apa coba...
Untungnya burung masih berkicau (?)
Akhirnya, seperti yang anda akan lakukan jika anda ada di posisi saya saat itu... saya...
... mendadak akrab dengan orang yang sama sekali tidak biasa akrab dengan saya.
Ya. That's it. Ini fakta lho...
Daaaan setelah haha-hihi formalitas (u-know-kan -,-), saya mulai menyadari sesuatu. Insting mata-mata saya yang nyaris selevel dengan Sherlock Holmes tiba-tiba menangkap gelombang longitudinal dengan Radar Neptunus dari film Perahu Kertas!!! Dengan slowmotion ala film Mission Impossible yang dibintangi ayah saya Tom Cruise, saya memperluas arah pandangan, menoleh ke arah kiri, dan...
Sial. Kenapa saya bahkan nggak tau dia ikutan event ini juga.
Sumpah ya! Bukannya kenapa-napa, tapi emang ada apa-apa! Saya bukan panik karena apa, tapi memang karena apa (?)
Oke, itu karena saya nggak nyaman. Saya selalu ngerasa nggak nyaman sama orang yang saya curigai betul ada maunya. Saya nggak nyaman. Apalagi sama orang yang baru sebentar saya kenal. Nah, perasaan semacam itu loh yang bikin nggak nyaman...
Kalau anda tahu betul hidup saya selama ini... yah, semenjak tanggal 22 September 2009, nggak akan pernah sama lagi. Terutama persepsi saya soal cowok. U-know-me-so-well lah...
Kembali ke dunia nyata, faktanya saya jadi sedikit takut juga. Diperparah teman-mendadak-akrab saya mulai masuk satu per satu. Cari aman, saya ikutan juga deh. Sorry Ndes :p
Bentar deh, masih nggak ngerti makhluk ini siapa? Pantengin dulu postingan saya yang ini.
Masih nggak ngerti juga??? Alhamdulillah.
So... setelah akhirnya nomor ruangan dibagi, dan saya sebagai makhluk yang nggak bisa dibilang anak-anak lagi ini kembali menjadi anak ilang (re: nyasar nyari ruangan tes -,-V), saya ketemu dia. Agak kaget juga sih waktu dia yang lagi lewat, mendadak tanya, "Ruangan berapa?"
Sambil senyum kecut karena kesel juga nyasar terus (capek woy -,-), saya melambai-lambaikan nomor undi ruang tes dan bilang, "Tiga belas. Kamu?"
Dia lanjut jalan sambil nunjuk satu ruangan yang nggak jauh dari tempat saya berdiri. Itu sialnya. Berarti kan kemungkinan besar saya satu-satunya makhluk nyasar! Miris memang.
Tapi akhirnya saya berhasil menemukan ruangan itu sendiri kok ;D
Jadi, saudara-saudara... Saya sudah berhasil mengerjakan soal yang dilombakan itu. Dan ketika seluruh peserta dipanggil untuk segera berkumpul di bangsal, disini lah semua cerita berpusat, bagaikan galaksi andromeda dan bima sakti yang... Stop. Fokus.
Oke, jadi... di perjalanan menuju bangsal, saya berkumpul dengan teman-teman saya. Mengobrol dan membahas tentang soal yang tadi dikerjakan, cekikikan sedikit, dan...
... dan mulai memasuki bangsal.
Masalahnya begini, saya adalah manusia tinggi yang tahu diri dan faham norma yang berlaku di masyarakat. Dan saat teman-teman saya berduyun-duyun duduk di bangku depan, saya menghentikan langkah. Saya menoleh kesana-kemari mencari teman-teman saya yang lain, yang TIDAK duduk di barisan depan.
Kan saya sudah bilang, saya sangat tahu aturan.
Apalagi saya juga menghormati hak-hak orang lain yang ingin melihat jelas ke depan tanpa perlu terhalangi kepala saya. Kan kasihan kalau saya enak-enakan duduk di depan, bisa melihat jarak pandang ke depan dengan luas, eeeh di belakang ada yang jinjit-jinjit nggak bisa lihat.
Orang yang kurang tinggi kan juga punya hak untuk melihat ke depan tanpa halangan.
Kurang bijak apa coba? B)
Well, well, well... ternyata kebijakan yang saya berlakukan ini cukup rumit. Saya kembali menoleh mengidentifikasi satu per satu wajah yang saya kenal, setidaknya yang bisa saya lihat jelas tanpa bantuan kacamata (derita orang minus nih -,-V), dan berharap ada kursi kosong di dekat mereka...
Tapi ini memang jahat. Saya dituntut untuk kembali menjadi anak ilang untuk ketiga kalinya dalam hari itu, saat semua kursi di dekat mereka ternyata sudah terisi.
Saya melangkahkan kaki melalui celah samping kanan bangsal, menelusuri satu per satu deret kursi yang tidak membentuk barisan aritmatika ataupun geometri, sampai akhirnya saya tiba di beberapa deretan kursi cukup akhir. Saya duduk. Di pinggir.
Ini bukan derita orang tinggi. Ini pengorbanan demi yang kurang tinggi. Huahuahuahuaha
Sambil melihat performa tari saman, saya kembali membuka buku fisika. Mencocokkan antara jawaban saya dengan teori yang ada. Kudu tetep rajin dong walaupun badai telah berlalu~
Tapi ternyata belum. Badai sama sekali belum berlalu. Dia masih sibuk konser dengan Kerispatih (?). Saya baru menyadarinya betul ketika tiba-tiba...
#brrrrrrrrrrrr
Apaan tuh? Coca-cola?
Oh iya. Hape.
Bentar deh, apaan? Hape? IH SERIUSAN?
Dengan was-was, saya tatap makhluk persegi bersilikon putih itu. Wujudnya sih normal. Tapi isinya itu loh (*eh)
Dengan tak-tik-tuk menekan tombol fungsi untuk membuka kunci (Nggak mudeng? Bagus. Saya juga. Tapi tulisannya di hape gitu loh -,-), saya mulai menelusuri lebih dalam dan...
To: Me
Sendirian duduknya?
Unexpected answer.
Brilliant alibi.
From: Me
Ga takut digosipin? :p
Tapi yang namanya cowok, ya mesti...
To: Me
Haha, digosipin apaan?
Digosipin juga gapapa :D
From: Me
Kan gosip kadang ga bener --> trying to ngeles so hard
To: Me
Gapapa, daripada nggosipin orang, kan dosa :p --> trying to ngeles too
Mau nggak nih? --> buntutnya begini nih
From: Me
Mmmm, aku cari aman aja deh :p --> another alibi
Ntar malah bisa menimbulkan fitnah :p --> another brilliant answer
To: Me
Haha, fitnah ya lebih kejam dari bunuh-bunuhan
Yaudah, eh gimana tadi bisa ngerjainnya? --> pertanyaan orang frustasi
Modus. Modus. Modus.
Satu kata, tiga kali pengulangan, banyak cerita.
Saya banyak belajar dari teman-teman perempuan saya yang pernah menjadi target serupa. Saya belajar dari mereka banyak hal untuk menyelamatkan diri. Huahuhauhuahua
BTW, saya lagi ngomongin 'modus' bahasa remaja sekarang loh ya, bukan 'modus' bilangan yang paling banyak frekuensinya dalam pelajaran matematika u,u
Kembali ke topik awal, well...
Perlu diingat, saya bukan cewek sembarangan. Seenggaknya itu persepsi saya soal saya sih
-,-V
Tips to Avoid Moduism (?)
1.) Kenali tipenya
2.) Kenali pelakunya
(Note: Sebagai orang yang baru pernah menjadi target modus, saya belom bisa kasih tips lebih lagi dari yang di atas huahuahuhauaauh :p)
Kalo dipikir-pikir, berani juga ya dia. Padahal saya kan tipikal cewek yang hobi main ilmu cakar.
Iya sih. Bener. Kalo dipikir-pikir emang berani banget (*tanya-jawab sendiri)
Saking beraninya, sampai-sampai...
Kejadiannya hari Sabtu, seminggu kemudian.
Tunggu kelanjutan posting saya! ;D
Surat Penulis nih~
Hei hei hoooo pembaca!
Terima kasih banyak atas apresiasinya, baik yang sekedar membaca, sampai kritik dan saran semuanya terima kasih! Saya jadi benar-benar terbangun mentalnya untuk kembali menulis.
Oh ya, sekedar info, tanggal 22 April 2013 nanti saya akan menjalankan kewajiban saya sebagai pelajar untuk menunaikan Ujian Nasional. Mohon doanya, sehingga saya dan teman-teman yang juga harus menghadapi event yang sama bisa mendapatkan nem sempurna
Bahasa Indonesia = 10
Bahasa Inggris = 10
Matematika = 10
IPA = 10 +
40
Sebelumnya, saya mau berterima kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk blogwalking (kosakata baru dari Indes -,-V), membaca hasil keisengan saya mengutak-atik kata-kata, mengaduk-aduk kata-kata menjadi suatu kesatuan yang utuh yang disebut... entahlah. Postingan? (untung bukan Pancasila u,u)
Terima kasih juga untuk dukungannya, saya jadi semangat nulis lagi loooh B'D
Menindaklanjuti janji dalam postingan saya tanggal 15 Maret 2013 lalu, dimana saya akhir-akhir ini dikejar-kejar Anin dan Indes untuk segera menyelesaikan postingan ini... Yeah, here it is.
Pertama-tama, saya akan mengajak Anda-Anda semua untuk mengasah otak, menggali memori dulu, apa sih yang terjadi pada tanggal 3 Februari 2013 yang lalu?
Bentar deh, 3 Februari 2013 itu hari apa ya? -,-
Oh iya, Minggu!
So, so, so... Seharusnya nih, seharusnya para pembaca terutama yang berasal dari sekolah saya tercintaaah SMPN 2 Purwokerto, apalagi yang duduk di kelas 9, mengingat dengan betul atau setidaknya t.a.h.u. tentang apa yang terjadi di tanggal itu. Well, well, itulah kata kunci utama yang akan menjembatani kita menelusuri lebih dalam lagi kisah ini (?)
#Jengjengjeng!!!
Science and Invention Competition of SMADHA 2013
Hayoooo~ Masih ingatkah anda dengan event itu? :p
Soooo... There I was, standing with my long blue skirt and white shirt, just like everybody from my school did. Starring with no idea what to do there, new environment for me. Yeah.
Hape di tangan, nomor pendaftaran + undian juga di tangan, kacamata juga.
Masalahnya pas itu saya lagi nunggu Indes, teman saya, yang sudah janjian mau daftar ulang bareng dan bahkan batang hidungnya aja jam segitu dia nggak nampak! Jadilah saya keliatan banget
Untungnya burung masih berkicau (?)
Akhirnya, seperti yang anda akan lakukan jika anda ada di posisi saya saat itu... saya...
... mendadak akrab dengan orang yang sama sekali tidak biasa akrab dengan saya.
Ya. That's it. Ini fakta lho...
Daaaan setelah haha-hihi formalitas (u-know-kan -,-), saya mulai menyadari sesuatu. Insting mata-mata saya yang nyaris selevel dengan Sherlock Holmes tiba-tiba menangkap gelombang longitudinal dengan Radar Neptunus dari film Perahu Kertas!!! Dengan slowmotion ala film Mission Impossible yang dibintangi ayah saya Tom Cruise, saya memperluas arah pandangan, menoleh ke arah kiri, dan...
Sial. Kenapa saya bahkan nggak tau dia ikutan event ini juga.
Sumpah ya! Bukannya kenapa-napa, tapi emang ada apa-apa! Saya bukan panik karena apa, tapi memang karena apa (?)
Oke, itu karena saya nggak nyaman. Saya selalu ngerasa nggak nyaman sama orang yang saya curigai betul ada maunya. Saya nggak nyaman. Apalagi sama orang yang baru sebentar saya kenal. Nah, perasaan semacam itu loh yang bikin nggak nyaman...
Kalau anda tahu betul hidup saya selama ini... yah, semenjak tanggal 22 September 2009, nggak akan pernah sama lagi. Terutama persepsi saya soal cowok. U-know-me-so-well lah...
Kembali ke dunia nyata, faktanya saya jadi sedikit takut juga. Diperparah teman-mendadak-akrab saya mulai masuk satu per satu. Cari aman, saya ikutan juga deh. Sorry Ndes :p
Bentar deh, masih nggak ngerti makhluk ini siapa? Pantengin dulu postingan saya yang ini.
Masih nggak ngerti juga??? Alhamdulillah.
So... setelah akhirnya nomor ruangan dibagi, dan saya sebagai makhluk yang nggak bisa dibilang anak-anak lagi ini kembali menjadi anak ilang (re: nyasar nyari ruangan tes -,-V), saya ketemu dia. Agak kaget juga sih waktu dia yang lagi lewat, mendadak tanya, "Ruangan berapa?"
Sambil senyum kecut karena kesel juga nyasar terus (capek woy -,-), saya melambai-lambaikan nomor undi ruang tes dan bilang, "Tiga belas. Kamu?"
Dia lanjut jalan sambil nunjuk satu ruangan yang nggak jauh dari tempat saya berdiri. Itu sialnya. Berarti kan kemungkinan besar saya satu-satunya makhluk nyasar! Miris memang.
Tapi akhirnya saya berhasil menemukan ruangan itu sendiri kok ;D
***
Jadi, saudara-saudara... Saya sudah berhasil mengerjakan soal yang dilombakan itu. Dan ketika seluruh peserta dipanggil untuk segera berkumpul di bangsal, disini lah semua cerita berpusat, bagaikan galaksi andromeda dan bima sakti yang... Stop. Fokus.
Oke, jadi... di perjalanan menuju bangsal, saya berkumpul dengan teman-teman saya. Mengobrol dan membahas tentang soal yang tadi dikerjakan, cekikikan sedikit, dan...
... dan mulai memasuki bangsal.
Masalahnya begini, saya adalah manusia tinggi yang tahu diri dan faham norma yang berlaku di masyarakat. Dan saat teman-teman saya berduyun-duyun duduk di bangku depan, saya menghentikan langkah. Saya menoleh kesana-kemari mencari teman-teman saya yang lain, yang TIDAK duduk di barisan depan.
Kan saya sudah bilang, saya sangat tahu aturan.
Apalagi saya juga menghormati hak-hak orang lain yang ingin melihat jelas ke depan tanpa perlu terhalangi kepala saya. Kan kasihan kalau saya enak-enakan duduk di depan, bisa melihat jarak pandang ke depan dengan luas, eeeh di belakang ada yang jinjit-jinjit nggak bisa lihat.
Orang yang kurang tinggi kan juga punya hak untuk melihat ke depan tanpa halangan.
Kurang bijak apa coba? B)
Well, well, well... ternyata kebijakan yang saya berlakukan ini cukup rumit. Saya kembali menoleh mengidentifikasi satu per satu wajah yang saya kenal, setidaknya yang bisa saya lihat jelas tanpa bantuan kacamata (derita orang minus nih -,-V), dan berharap ada kursi kosong di dekat mereka...
Tapi ini memang jahat. Saya dituntut untuk kembali menjadi anak ilang untuk ketiga kalinya dalam hari itu, saat semua kursi di dekat mereka ternyata sudah terisi.
Saya melangkahkan kaki melalui celah samping kanan bangsal, menelusuri satu per satu deret kursi yang tidak membentuk barisan aritmatika ataupun geometri, sampai akhirnya saya tiba di beberapa deretan kursi cukup akhir. Saya duduk. Di pinggir.
Ini bukan derita orang tinggi. Ini pengorbanan demi yang kurang tinggi. Huahuahuahuaha
Sambil melihat performa tari saman, saya kembali membuka buku fisika. Mencocokkan antara jawaban saya dengan teori yang ada. Kudu tetep rajin dong walaupun badai telah berlalu~
Tapi ternyata belum. Badai sama sekali belum berlalu. Dia masih sibuk konser dengan Kerispatih (?). Saya baru menyadarinya betul ketika tiba-tiba...
#brrrrrrrrrrrr
Apaan tuh? Coca-cola?
Oh iya. Hape.
Bentar deh, apaan? Hape? IH SERIUSAN?
Dengan was-was, saya tatap makhluk persegi bersilikon putih itu. Wujudnya sih normal. Tapi isinya itu loh (*eh)
Dengan tak-tik-tuk menekan tombol fungsi untuk membuka kunci (Nggak mudeng? Bagus. Saya juga. Tapi tulisannya di hape gitu loh -,-), saya mulai menelusuri lebih dalam dan...
To: Me
Sendirian duduknya?
Tau yang namanya mampus nggak? Nah.
Sebagai anak jujur dan paling nggak suka kalo membiarkan orang ter-PHP kan karena lama menunggu balasan SMS, saya menjawab
From: Me
Iya, aku ga suka duduk di depan. Hehehe
To: Me
Sama aku ya? Hahaha
Sebagai anak jujur dan paling nggak suka kalo membiarkan orang ter-PHP kan karena lama menunggu balasan SMS, saya menjawab
From: Me
Iya, aku ga suka duduk di depan. Hehehe
To: Me
Sama aku ya? Hahaha
Unexpected answer.
Brilliant alibi.
From: Me
Ga takut digosipin? :p
Tapi yang namanya cowok, ya mesti...
To: Me
Haha, digosipin apaan?
Digosipin juga gapapa :D
From: Me
Kan gosip kadang ga bener --> trying to ngeles so hard
To: Me
Gapapa, daripada nggosipin orang, kan dosa :p --> trying to ngeles too
Mau nggak nih? --> buntutnya begini nih
From: Me
Mmmm, aku cari aman aja deh :p --> another alibi
Ntar malah bisa menimbulkan fitnah :p --> another brilliant answer
To: Me
Haha, fitnah ya lebih kejam dari bunuh-bunuhan
Yaudah, eh gimana tadi bisa ngerjainnya? --> pertanyaan orang frustasi
Huahuhuhauhauha,
S-A-Y-A S-E-L-A-M-A-T!
Modus. Modus. Modus.
Satu kata, tiga kali pengulangan, banyak cerita.
Saya banyak belajar dari teman-teman perempuan saya yang pernah menjadi target serupa. Saya belajar dari mereka banyak hal untuk menyelamatkan diri. Huahuhauhuahua
BTW, saya lagi ngomongin 'modus' bahasa remaja sekarang loh ya, bukan 'modus' bilangan yang paling banyak frekuensinya dalam pelajaran matematika u,u
Kembali ke topik awal, well...
Perlu diingat, saya bukan cewek sembarangan. Seenggaknya itu persepsi saya soal saya sih
-,-V
Tips to Avoid Moduism (?)
1.) Kenali tipenya
2.) Kenali pelakunya
(Note: Sebagai orang yang baru pernah menjadi target modus, saya belom bisa kasih tips lebih lagi dari yang di atas huahuahuhauaauh :p)
Kalo dipikir-pikir, berani juga ya dia. Padahal saya kan tipikal cewek yang hobi main ilmu cakar.
Iya sih. Bener. Kalo dipikir-pikir emang berani banget (*tanya-jawab sendiri)
Saking beraninya, sampai-sampai...
Kejadiannya hari Sabtu, seminggu kemudian.
Tunggu kelanjutan posting saya! ;D
***
Surat Penulis nih~
Hei hei hoooo pembaca!
Terima kasih banyak atas apresiasinya, baik yang sekedar membaca, sampai kritik dan saran semuanya terima kasih! Saya jadi benar-benar terbangun mentalnya untuk kembali menulis.
Oh ya, sekedar info, tanggal 22 April 2013 nanti saya akan menjalankan kewajiban saya sebagai pelajar untuk menunaikan Ujian Nasional. Mohon doanya, sehingga saya dan teman-teman yang juga harus menghadapi event yang sama bisa mendapatkan nem sempurna
Bahasa Indonesia = 10
Bahasa Inggris = 10
Matematika = 10
IPA = 10 +
40
40!!! I'm coming!!!
Oleh karena itu, saya mohon keikhlasan saudara untuk sabar menunggu postingan selanjutnya yang akan saya terbitkan setelah saya selesai Ujian Nasional. Huahuahuahuahua
Fighting semua!!! Ganbatte!
Sincerely,
- Pedo
Komentar
Posting Komentar