Aku Gagal (Lagi)

Aku engga pernah minta hemoglobinku hampir selalu nyaris di batas boleh donor. Kurang nol koma. Nol koma dua, kalo hari ini.

Aku engga pernah minta tanganku dingin dan basah setiap kali tempat donor dan detik-detik pemeriksaan mendekat.

Aku juga engga pernah minta detak jantungku berubah lebih cepat sehingga seringkali perhitungan tensiku sedikit di atas rata-rata.

Aku engga pernah minta.

Memang, aku biasa gagal donor. Sudah jadi makananku sejak hampir lima tahun yang lalu ketika aku pertama kali masuk usia boleh donor.



Dalam hidup pun, aku biasa gagal.

Tapi maaf, aku engga mau membiasakan diri buat gagal. Aku engga mau gagal jadi sebuah kebiasaan.



Ketika aku gagal, reaksinya engga selalu mulus seperti yang sejak awal sebelum melangkah kuprediksi dan kuharapkan. 

Kegagalan tetaplah sebuah kegagalan. Dan selalu ada bekas yang ditingggalkan.

Pernah suatu hari aku bahagia karena gagal, aku pun pernah memilih untuk gagal.

Meskipun begitu, kegagalan yang digariskan oleh Allah setelah kita berusaha memang jauh lebih "spesial" baik reaksi jangka pendek maupun dampak jangka panjangnya.



Hari ini aku tau ada dua nyawa yang mungkin terselamatkan karena aku gagal donor dan darahku engga ditransfusi ke dirinya.

Lho, kok bisa?

Satu, karena mungkin darahku lagi engga beres dan mungkin setelah diambil pun engga bisa digunakan sebagaimana mestinya bagi orang lain, bisa jadi malah engga cocok dan darahku jadi harus dimusnahkan (sedengerku bisa lho).

Dua, karena mungkin aku lagi lebih butuh darahku buat survive. Entah apa yang bakal aku hadapin di depan, mungkin Allah tau, aku lagi butuh diriku yang utuh.



Selasa, 29 Januari 2019.
11.27 WIB

Yazida,
yang engga tau sebenernya dia nulis apaan dari tadi.

Komentar