Confusion

Bukan.

Bukan hanya karena salah beli spidol ditambah mood jelek di malam besok-UTS-2-matkul, saya berhenti memaksa diri saya berkutat dengan laptop dan print-printan PPT... lalu justru meringkuk dalam tangisan dan memilih tidur. Bukan.

Mata saya bahkan sulit terbuka ketika alarm saya bergetar. Entah mengapa, saya yakin bahwa saya dan tubuh saya yang entah mengapa begitu lelah ini membutuhkannya. Saya tidur kembali dan bangun setengah jam kemudian, dalam kondisi basah kuyup.

Tengkuk dan punggung saya basah, membasahi bantal. Persis orang yang rebahan di kasur tanpa mengeringkan rambutnya setelah keramas. Rambut saya basah.

Jangan ditanya bagaimana perasaan saya setelah bangun. Karena iya, saya masih tetap merasa sedih. Rasa sedih itu tetap ada dan tangisan saya membuat saya lebih basah lagi.

Bukan.

Saya bukan anak TK yang akan menangis begitu saja saat orang tua saya salah membelikan barang titipan saya di toko atau seorang anak SD yang dihadapkan dengan kenyataan bahwa barang yang ia dapatkan jauh dari ekspektasinya.

Tetapi iya, kejadian ini seakan menjadi bukti yang hadir dalam serangkaian hal yang terjadi dalam hidup saya belakangan ini, bahwa saya sedang tidak baik-baik saja.

And there's no other word to describe it... but being confused.

Semua hal begitu membingungkan untuk saya belakangan ini. Saya mudah bingung. Proses kognitif saya aneh. Saya bingung mencerna hal-hal berat, bahkan yang ringan pun sama. Dan sering kali, saya bingung dengan apa yang saya rasakan. Saya tidak tahu. Saya bingung.

Hari di mana saya berada di bawah adalah hari yang membuat saya semakin tidak punya pijakan.

Ketika saya berkata bahwa saya tidak tahu apa yang saya rasakan, saya tidak tahu apa yang saya pikirkan, saya bingung, saya tidak tahu... hal itu memang begitu adanya.

Saya gagal mengidentifikasi apa yang saya sebenarnya pikirkan dan rasakan, apalagi mengidentifikasi penyebabnya? Karenanya saya sering kali tidak bisa menjawab pertanyaan yang diawali dengan kata 'kenapa'.

Kenapa? Karena saya tidak tahu.

Beberapa minggu yang lalu, saya hampir menabrak pengendara motor lain setelah saya kenyang menyantap nasi dan lauk sederhana yang dibakar harga lima ribu rupiah. Kami sama-sama terhenti sejenak, kemudian serapahnya keluar. Masuk dalam telinga saya. Saya hanya bisa minta maaf.

Tadi sore saya terbangun dalam keadaan yang lagi-lagi berkeringat, namun linglung. Saya bahkan mengira sedang ada pemadaman listrik, sebelum saya sadar bahwa mungkin saya salah pencet kipas angin dalam keadaan belum sadar hingga akhirnya mati, dan saya lupa bahwa sebelum tidur, saya yang mematikan lampu agar redup.

Malam tadi, sebelum memutuskan tidur, saya mengamati ada yang aneh pada spidol yang saya beli. Tutupnya aneh. Packaging-nya aneh. Tidak seperti biasanya.

Kemudian saya baru dapat mengerti penyebabnya setelah bertanya pada orang lain apa yang aneh dan menyadari bahwa saya salah membeli merk spidol langganan. Saya bahkan tidak sadar hingga 11 jam setelah saya membelinya. Kemana fokus saya hilang? Saya tidak tahu.

Sebenarnya masih ada banyak hal lagi yang mengindikasikan saya sedang tidak baik-baik saja secara kognitif, namun berpengaruh nyata dalam keseharian saya. Namun saya tidak ingat, saya lupa. Dan ini masalah saya yang juga membuat saya sedih, karena sekarang daya ingat saya tidak prima.

Saya tidak tahu apakah kalian yang membaca tulisan ini akan paham atau justru ikut bingung terhadap penjelasan saya. Saya bingung, saya bingung apa yang harus saya lakukan.

Pagi ini, 2 Oktober 2018 pukul 01.55, saya selesai menulis apa yang saya rasakan. Gelisah, bingung, sedih.

Perlu waktu setengah jam dari waktu saya dibangunkan kedua kalinya, untuk dapat bangkit dari kasur dan mengganti lampu tidur dengan terang lampu putih bohlam. Dan sekarang, setengah jam setelahnya, tulisan ini selesai dibuat.

Tidak ditujukan untuk siapa pun, tidak untuk satu-dua nama spesifik. Hanya untuk diri saya seorang. Dan mungkin untuk kamu yang bisa memahaminya.



- Yazida -

Komentar